Cerita Ebu Gogo

Cerita ini mengisahkan tentang manusia kerdil yang tinggal di Flores tengah. tingginya hanya satu meter, berambut panjang, perut buncit, telinga yang hanya menonjol sedikit, cara berjalan yang kaku, ukuran lengan dan jari jemari yang tidak proporsional; dan payudara kaum wanitanya yang terjuntai sehingga bisa dengan mudah diselempangkan ke bahu. Selain payudara – sulit untuk bisa memastikan bentuk postur tubuhnya yang memang berbeda – pendiskripsian lainnya menunjukkan mereka sangat serupa dengan “hobbit”.  Penduduk desa mengatakan bahwa manusia kecil ini akan berbisik-bisik sesama mereka dan mengulangi ucapan penduduk desa seperti burung beo. Penduduk desa menamakan manusia kecil itu dengan Ebu Gogo yang berarti “nenek yang memakan makanan mentah”. Mereka memakan sayur-sayuran, buah-buahan dan daging mentah bahkan daging manusia. Jika makanan yang disediakan untuk mereka diletakkan dalam piring yang terbuat dari kulit buah labu, mereka akan memakan piringnya juga. 


gambar ebu gogo
Ilustrasi Ebu Gogo
Kalau masih sebatas mencuri makanan masih bisa ditoleransi, tapi kalau Ebu Gogo sudah mencuri atau memakan bayi manusia, itu sudah keterlaluan. Mereka harus dimusnahkan supaya tempat tinggal penduduk desa aman. Penduduk desa mengumpulkan serat kelapa yang kering dan menguntit mereka ke tempat persembunyiannya. Mereka bersembunyi di sebuah gua yang berada di muka jurang di lereng gunung Ebulobo. 

Dengan menggunakan galah yang panjangnya cukup untuk menggapai mulut gua, penduduk desa menawarkan serabut kelapa kering kepada Ebu Gogo yang dengan rakus mengambil serabut kelapa tersebut. Penduduk desa kemudian melemparkan serabut kelapa yang sudah dibakar api ke dalam gua sehingga terbakar. Dan Ebu Gogo yang selamat dari api melarikan diri dengan panik.

The Nage people of Flores describe the Ebu Gogo as having been able walkers and fast runners around 1.5m tall. They reportedly had wide and flat noses, broad faces with large mouths and hairy bodies. The females also had "long, pendulous breasts." They were said to have murmured in what was assumed to be their own language and could reportedly repeat what was said to them in a parrot-like fashion

The Nage people believe that the Ebu Gogo were alive at the time of the arrival of Portuguese trading ships in the 17th century, and some hold that they survived as recently as the 20th century, but are now no longer seen. The Ebu Gogo are believed to have been hunted to extinction by the human inhabitants of Flores. They believe that the extermination, which culminated around seven generations ago, was undertaken because the Ebu Gogo stole food from human dwellings, and kidnapped children.
An article in New Scientist (Vol. 186, No. 2504) gives the following account of folklore on Flores surrounding the Ebu Gogo: The Nage people of central Flores tell how, in the 18th century, villagers disposed of the Ebu Gogo by tricking them into accepting gifts of palm fiber to make clothes. When the Ebu Gogo took the fiber into their cave, the villagers threw in a firebrand to set it alight. The story goes that all the occupants were killed, except perhaps for one pair, who fled into the deepest forest, and whose descendants may be living there still.
There are also legends about the Ebu Gogo kidnapping human children, hoping to learn from them how to cook. The children always easily outwit the Ebu Gogo in the tales.



Comments

Popular posts from this blog

Cara Bikin Blog di blogger.com

Apa itu Boilerplate?

Pengertian Scripting dan Compiled Language